Apakah Ada Perbedaan Harga Satuan Pekerjaan Antara Lantai Bawah dan Lantai Atas Pada Proyek Gedung Bertingkat?
Rumahmaterial.com - Ada pertanyaan di artikel Analisa Harga Satuan Pekerjaan Beton Sesuai Format SNI Dan Permen PUPR dari salah satu pembaca, “kalau untuk pekerjaan lantai 2 dan lantai 3 bagaimana ya pak?”
Untuk menjawab pertanyaan di atas tentunya kita harus melihat dulu maksud dari pertanyaan itu seperti apa dan untuk pekerjaan apa.
Jika maksud dari pertanyaan itu adalah apakah ada perbedaan format dan koefisien analisa harga satuan SNI untuk pekerjaan beton di lantai 2 dan lantai 3 jika dibandingkan pekerjaan beton di lantai 1, maka jawabannya adalah tidak ada.
Selain itu dalam analisa harga satuan SNI untuk pekerjaan beton juga cenderung dihitung dalam bentuk beton sitemix, yang diuraikan bahannya dari semen, pasir, kerikil, dan air.
Padahal pada kenyataan di lapangan mungkin material yang digunakan adalah beton readymix. Selain itu perlu diperhitungkan juga penggunaan alat concrete pump dalam biaya sewa alat atau alat bantu untuk pekerjaan cor beton di lantai atas.
Tetapi dari pengalaman kami harga satuan SNI untuk pekerjaan beton sesuai koefisien yang ada masih bisa digunakan, meski tidak ada peningkatan harga untuk tiap lantainya jika bangunan tidak terlalu tinggi (misalnya dibawah 10 lantai).
Untuk pembangunan gedung yang tinggi biasanya untuk lantai atas upah tenaga kerja dibedakan dari lantai bawah, khususnya untuk upah dalam sistem borongan.
Hal ini disebabkan karena produktivitas tenaga kerja yang melakukan pekerjaan di lantai atas dan lantai bawah berbeda dan harus memperhitungkan proses pengangkutan material ke lokasi kerja, apalagi jika aksesnya hanya menggunakan tangga.
Sebagai contoh ada mandor yang minta kenaikan harga upah tukang-tukangnya sebesar 5% untuk setiap kenaikan 4 lantai untuk proyek pembangunan gedung 20 lantai.
Tetapi ada juga mandor yang minta kenaikan harga upah tukang-tukangnya sebesar 5% untuk setiap kenaikan 2 lantai untuk pembangunan gedung 10 lantai.
Jadi jumlah total lantai juga berpengaruh terhadap kenaikan biaya upah tenaga kerjanya.
Selain itu kadang ada juga mandor yang tidak minta kenaikan harga upah dalam bentuk prosentase setiap kenaikan lantai di atas.
Tetapi mandor itu minta biaya langsir material / pengangkutan material ke lokasi pekerjaan yang dihitung per luasan lantai dalam satuan m2, misalnya biaya langsir material dihitung dengan nilai Rp.10.000,-/m2.
Besarnya biaya langsir material ini tentunya tergantung dari apa saja lingkup pekerjaan yang dilakukan, jadi besarnya tidak ada patokan yang pasti.
Jadi untuk mengcover kenaikan biaya upah pilihannya ada dua, apakah dengan kenakan upah setiap berapa lantai sesuai kesepakatan atau dengan memperhitungkan biaya langsir material dalam satuan m2.
Biaya kenaikan upah atau langsir material itu sangat dipengaruhi oleh akses tenaga kerja ke lantai atas. Apakah di proyek tersebut dilengkapi dengan passenger hoist untuk gedung yang tinggi atau hanya menggunakan tangga.
Tetapi masalah kenaikan harga antar lantai ini biasanya hanya pada perhitungan internal kontraktor saja. Pada RAB kontrak antara Kontraktor dengan Owner / Pemilik Proyek jarang ada yang memperhitungkan kenaikan harga upah untuk lantai bawah dan lantai atas.
Mengapa demikian? Umumnya dari sisi Pemilik Proyek sudah menentukan kalau biaya-biaya alat bantu dan upah kerja sudah masuk ke dalam harga satuan pekerjaan secara total.
Selain itu dalam penyusunan RAB juga akan lebih merepotkan jika masing-masing lantai harga satuan pekerjaan bisa berbeda-beda padahal item pekerjaannya sama hanya beda lantai saja dan nilai perbedaannya juga relatif kecil.
Ini akan menimbulkan potensi kesalahan input harga satuan pekerjaan dalam RAB. Apalagi jika ada pekerjaan tambah kurang di lapangan, akan merepotkan dalam menginput harga satuan pekerjaannya, karena harganya bisa berbeda-beda tergantung pekerjaan itu di lantai berapa.
Posting Komentar untuk "Apakah Ada Perbedaan Harga Satuan Pekerjaan Antara Lantai Bawah dan Lantai Atas Pada Proyek Gedung Bertingkat?"